Pada Kamis, 19 Juni 2025, Departemen Hubungan Internasional Universitas Andalas (HI UNAND) bersama Pusat Strategi Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika (Pusat SKK Aspasaf), Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, mengadakan sebuah diskusi terbatas bertema “Dimensi Keamanan Tradisional dan Non-Tradisional dalam Ketahanan Kawasan Indo-Pasifik dalam Konteks Ketahanan Nasional.” Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya sinergi antara dunia akademik dan praktisi kebijakan luar negeri, khususnya dalam mengkaji secara mendalam dinamika kawasan Indo-Pasifik yang semakin kompleks dan krusial bagi kepentingan strategis Indonesia.
Diskusi dimulai dengan sambutan dari Dr. Apriwan, S.Sos., MA., selaku Ketua Departemen HI UNAND, yang menekankan pentingnya kontribusi perguruan tinggi dalam memperkuat basis kebijakan luar negeri Indonesia. Sambutan berikutnya disampaikan oleh Esfandri Nurbi, Korfung Astim/Diplomat Ahli Madya PSKK Aspasaf, yang mewakili Kementerian Luar Negeri RI. Ia menggarisbawahi pentingnya pelibatan akademisi daerah sebagai mitra strategis Kemlu dalam merespons berbagai isu keamanan yang bersifat lintas batas dan multidimensional.
Diskusi ini bertujuan untuk menggali pandangan dan gagasan akademik dari para dosen HI UNAND mengenai isu-isu ketahanan di kawasan Indo-Pasifik, baik dari aspek keamanan tradisional seperti pertahanan militer dan stabilitas politik, maupun dimensi non-tradisional yang mencakup isu-isu siber, energi, dan ekonomi. Dengan pendekatan multidisipliner, forum ini juga menjadi wadah pertukaran gagasan yang memperkuat basis kebijakan luar negeri yang berbasis riset dan relevan terhadap kebutuhan nasional.
Tiga dosen dari Departemen HI UNAND dihadirkan sebagai narasumber dalam diskusi tersebut. Narasumber pertama, Dr. Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si., mengangkat topik tentang ketimpangan antarnegara di kawasan Indo-Pasifik. Ia menyoroti ketidaksetaraan struktural yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam berbagai forum kerja sama multilateral. Menggunakan pendekatan kritis, Virtuous menekankan perlunya Indonesia untuk memperkuat kapasitas domestik sekaligus memaksimalkan peran dalam diplomasi multilateral agar dapat menavigasi tantangan geopolitik secara lebih efektif. Ia juga menyarankan agar Indonesia aktif mempromosikan tatanan Indo-Pasifik yang lebih adil dan inklusif.
Materi kedua disampaikan oleh Rifki Dermawan, S.Hum., M.Sc., yang fokus pada isu keamanan siber di kawasan Indo-Pasifik. Rifki menjelaskan bahwa meningkatnya ketergantungan kawasan terhadap teknologi digital menimbulkan ancaman baru yang tidak kasat mata, seperti serangan siber lintas negara, disinformasi, dan pelanggaran data. Dalam paparannya, Rifki mengusulkan agar Indonesia memainkan peran strategis dalam pembentukan norma siber regional melalui kerangka kerja ASEAN, dengan menekankan pentingnya tata kelola siber yang bertanggung jawab, transparan, dan berbasis hak asasi manusia.
Sesi diskusi ditutup dengan pemaparan dari Dr. Apriwan, S.Sos., MA., yang membahas dimensi ketahanan energi sebagai aspek krusial dari stabilitas kawasan Indo-Pasifik. Ia menyoroti ketergantungan negara-negara kawasan terhadap jalur pasok energi dan kerentanannya terhadap gangguan geopolitik maupun bencana alam. Dalam konteks ini, Apriwan merekomendasikan strategi “hedging plus” bagi Indonesia, yakni strategi politik luar negeri yang menjaga netralitas sambil membangun fleksibilitas manuver diplomatik. Pendekatan ini, menurutnya, akan memperkuat posisi Indonesia dalam menjaga stabilitas kawasan tanpa harus terjebak dalam rivalitas kekuatan besar.
Kegiatan ini tidak hanya berhasil memperkaya diskursus akademik tentang Indo-Pasifik, tetapi juga membuka ruang kerja sama yang lebih luas antara Kemlu dan institusi akademik daerah. Diskusi berjalan dalam suasana yang konstruktif, dengan para peserta aktif memberikan tanggapan dan mengajukan pertanyaan kritis terhadap isu-isu yang dibahas. Berbagai perspektif yang muncul dalam diskusi ini memperlihatkan bahwa kajian tentang Indo-Pasifik tidak bisa dilepaskan dari konteks nasional dan harus melibatkan aktor-aktor lintas sektor, termasuk perguruan tinggi.
Kegiatan diskusi terbatas ini diharapkan menjadi langkah awal menuju penguatan kontribusi akademisi HI UNAND dalam merumuskan kebijakan luar negeri Indonesia yang adaptif terhadap tantangan zaman. Lebih dari itu, forum ini menjadi momentum penting dalam membangun jejaring antara pembuat kebijakan dan akademisi, yang ke depan dapat dikembangkan dalam bentuk riset kolaboratif, publikasi bersama, hingga pengembangan kurikulum berbasis isu aktual.
Dengan mengangkat isu strategis seperti keamanan Indo-Pasifik dari berbagai dimensi, kegiatan ini menunjukkan bahwa keterlibatan akademik daerah merupakan bagian penting dari diplomasi nasional. Departemen HI UNAND, melalui kegiatan ini, menegaskan komitmennya untuk terus hadir sebagai mitra pemikiran strategis bagi negara dalam menjaga stabilitas dan ketahanan nasional di tengah dinamika kawasan yang terus berubah.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.